Monday, February 25, 2013

It just a number

Getting 40's is just like another day..

Katanya hidup berawal ketika usia menginjak 40 tahun, is it?
Katanya juga seseorang harus sudah mulai menapaki jalan menuju Dia di usia 40 tahun..

Dan saya merasa betul kalau saya sudah menapaki jalan hidup saya sekian lama ini entah apakah lebih banyak memberi arti, entah menyelamatkan saya di akhirat atau tidak..
Mungkin saya harus membuat resolusi tapi saya pikir separuh hidup saya sudah berjalan dengan prinsip 'let it flow' dan mungkin sekarang dan ke depan akan tetap demikian dengan catatan saya yang akan menjadi nakhoda dan bukan angin kencang atau hujan badai di luar sana.

Ah tidak mengerti juga sih..
Karena buat saya umur itu hanya angka
Berapapun umur kita, ketika hari ulang tahun rasanya akan sama
Merasa semakin tua, harus semakin bijaksana (seperti pesan ica tadi mlm ketika anak anak membuat poster sejak hari minggu, memesan pizza hut delivery - yg meskipun bukan makanana favorit saya tetapi favorit mereka)

Dan semakin ulangtahun bagi saya masih sama, saya menandai orang orang istimewa yg mengingat tanggal ini, yang mau pagi pagi mengirim pesan singkat, dan yang memberi kejutan kecil. Setiap orang pasti menyukai kejutan, menyukai perhatian, menyukai bahwa mereka diingat , tanpa perlu hadiah sekalipun. Karena hadiah terindah bagi saya adalah saya berada dalam ingatan mereka..

* and it would be ironic when someone we love is forget this day..
Thank god i still have them.





Wednesday, February 20, 2013

Thats really broken my heart...

Ah ternyata susah mau menulis setiap hari..
Selalu dicengkeram dan diikat pekerjaan pekerjaan domestik dan non domestik..

Dua hari yang lalu,
Saya mengikuti sebuah workshop pendidikan seharga jutaan selama dua hari di sebuah hotel standar di lembang. Melihat dari harga yang harus dibayarkan setara dengan seminar marketing pembicara terkenal saya optimis workshop ini pasti akan memberikan banyak ilmu dan pengalaman baru.

Tapi apa lacur, dari awal saya datang dari mulai pendaftaran, pembagian kamar, sampai penyelenggaraan workshop beserta materi tidak bisa membuat saya bertahan selama dua hari. Saya pergi di hari pertama karena selain saya merasa tidak terlalu penting juga karena memang ada hal yang saya rasa lebih penting untuk saya lakukan.

Tapi bukan itu yang menarik untuk dibahas karena workshop yang diselenggarakan instansi pemerintahan yang terkesan 'asal ada' sudah bukan menjadi rahasia lagi ini.
Yang menarik adalah saya melihat attitude para peserta (ada kurang lebih 450 peserta) yang nota bene adalah para pendidik dari lembaga pendidikan se jawa barat.
Image saya terhadap pendidik sebagai orang yang digugu, ditiru, memberi contoh pupus sudah dari hanya beberapa jam saya melihat interaksi dalam kegiatan itu.
Saya tidak habis fikir, bagaimana pendidik mengajarkan antri, bergiliran, sopan terhadap orang lain kalau ternyata untuk daftar ulang saja (panitia hanya menyediakan satu meja saja untuk administrasi pembagian kamar) mereka berdesakan, menyalip orang lain, dengan ringan mendesak orang lain dan berteriak teriak minta dilayani. Saya kok melihat ini seperti prilaku orang orang yang kurang terdidik. Belum lagi selama beberapa jam seminar saja saya melihat sebagian besar menjadi peserta sepertinya hadir tidak atas dasar rasa ingin tahu dan mencari ilmu karena semua asik dengan teman sebelah atau bahkan banyak yang asik bertelepon. Dan ketika materi hampir menabrak jam sholat magrib hampir semua bereaksi dengan protes berteriak menunjukkan ketidaksetujuan karena harus sholat magrib (tidak ada itu yg namanya mengacungkan tangan dan bicara bergiliran), wah saya pikir hebat ya..sholeh dan sholehah para pendidik ini. Namun ketika materi dihentikan saya pikir para peserta akan antri panjang di mushola yang berukuran kecil, ternyata antrian panjang berdesakan hanya terlihat di ruang makan. Thats broken my heart...

Lengkap sudah image pendidik di mata saya. Guru tidak lagi menjadi figur guru yang seperti dahulu saya dapatkan dari guru guru saya. Guru bisa jadi saat ini telah mengalami kemunduran . Apa memang hidup begitu beratnya sehingga harus berjuang mati matian tanpa mempedulikan lagi etika? Apa memang sekedar makan pun menjadi hal yang utama dan penting..

Dan saya pun kabur dari tempat itu..
Daripada saya harus tambah patah hati...


*haqqul yakin kalo masih ada jutaan pendidik di luar ruangan seminar itu yang jauh lebih baik, tulus dan bekerja dengan cinta. I really hope so...

Monday, February 11, 2013

And i'll be back

Beberapa hari ini cukup jumpalitan karena Bandung Kayak Comunity menyelenggarakan lagi sekolah kayak dan sekarang adalah sekolah kayak angkatan ke 3. Karena sekolah kayak bukanlah sekolah dengan orientasi profit maka banyak hal yang membuat saya tercengang, terkesima, dan mengembalikan pada hal hal lama yang dulu sering kita lakukan.
Berawal dari ica yang beberapa tahun yang lalu mengejar sekolah kayak tirtaserta sampe ke purbalingga dan menghabiskan waktu 5 hari di sungai untuk mempelajari cara bermain kayak di sungai. Kemudian disusul shafa di tahun berikutnya (ketika dia berumur 10 tahun) dan pada akhirnya kita sekeluarga mulai meninggalkan 'perahu karet', sepeda gunung dan mulai mencintai kayak. Dari perbincangan bersama instruktur di tirtaseta ternyata olahraga kayak arus deras di Indonesia memang belum digemari karena sangat personal, alatnya cukup mahal dan membutuhkan kemampuan tinggi dalam bermain kayak. Dan shafa hanya segelintir anak2 yg mencoba belajar kayak(sampe muntah muntah ketika belajar di sungai klawing karena seharian di sungai)
Akhirnya di Bandung kita berinisiatif untuk menyebarkan virus bermain kayak itu menyenangkan, dari mulai membeli beberapa kayak 'on sale' di Indonesia, sampai merayu kakak Pas (thanks to k keukeu) untuk membawa kayak inflatable dari amerika ketika dia pulang kampung ke Indonesia. Yaa beli banyak kayak supaya nanti banyak orang bandung yang kesulitan dalam bermain kayak bisa pakai kayak yang ada di kita - for free.
Kemudian kita mencoba membuat sekolah kayak untuk memperkenalkan kayak dengan mendatangkan langsung instruktur bersertifikat internasional dari tirtaseta , dan dari situlah perjalanan ini bermula.

 Setiap beberapa bulan sekali saya bertemu para instruktur yang menginap di rumah sebelum sekolah kayak dimulai. Dan sampai sekarang dengan susah payah sekolah kayak sdh angkatan ke 3, angkatan pertama hanya 3 peserta yang kita paksa ikut padahal mereka pendaki gunung dan pemanjat tebing, mereka kita ajak belajar kayak bahkan tanpa membayar. Ya itu supaya ide ini 'pecah telur' dulu..
Dan di angkatan berikutnya kita membatasi hanya 8-10 orang karena sistem belajar d sekolah kayak cenderung privat.

Saya senang dan saya menikmati, karena dengan mengadakan ini kita betul betul berhitung minim, supaya dapat dijangkau peserta dan biaya di charge hanya untuk keperluan akomodasi dan mendatangkan instruktur (yang mereka pun menurunkan harga untuk idealisme menyebarkan virus ini). Saya menikmati bagaimana di sekolah kayak saya harus turun ke dapur karena untuk menekan biaya operasional saya harus masak sendiri, membuat makan berat, membuat snack, melayani minuman hangat untuk para siswa sekolah kayak yang selalu tergila gila dengan kopi (karena seharian berlatih di dalam air). Saya menikmati ketika saya harus turun ke Bandung , menyimpan mobil di stasiun, pergi ke jakarta dan kembali hari itu juga ke ciwidey  karena saya ada short course lain di sela sela menjadi 'bibi'. Dan ini mirip menjadi ibu ibu, dirindukan seluruh peserta karena tidak ada yang memasak snack hangat ketika saya tidak ada (maklum, saya satu2 nya perempuan di panitia).

Sekolah kayak mengingatkan saya pada masa remaja yang saya habiskan dengan kegiatan kegiatan sosial (saya pernah jualan mpek2 di taman ganesha dengan gank mabupala untuk mensubsidi keiatan liburan pesantren alam). Dan bergaul dengan para kayaker sangat menyenangkan, karena laiknya bergaul dengan para petualang, pecinta alam maka sportifitas, keceriaan , dan menjadi diri sendiri menjadi warna. Melepaskan diri dari pergaulan penuh intrik dalam pekerjaan dan pergaulan perkotaan membuat saya merasa kembali pada hal yang sudah lama saya tidak temukan. Seperti kembali menemukan diri sendiri..Merasa seperti dahulu ketika bergaul dengan 'you can raft' dengan para crew nya. Seperti bertemu saudara yang lama terpisahkan..


Dan saya terharu ketika salah satu peserta sekolah kayak kemarin berkata ketika menyambut saya sepulang dari jakarta,'saya merasa tiga hari ini makan enak, tidur enak, fresh dan release'. Alhamdulilah, jadi makanan saya lumayan enak hihihi...

Dan saya masih ingin berada di suasana ini...