Tuesday, June 18, 2013

Just let me break my heart...

Enlightened happen when we let suffer entering and break our heart..

Seperti mimpi rasanya menyaksikan 'kebangkitan' kebaikan, welas asih dan cinta sesama menjadi pembicaraan utama dalam public lecture penulis terkenal Karen Armstrong. Itu seperti sebuah oase yang memberi secercah kesegaran di keringnya pembicaran pembicaraan lain,perdebatan tak kunjung henti antar umat beragama bahkan antar golongan golongan dalam agama itu sendiri. Atau pembicaraan mengenai benda ini itu, pencapaian ini itu yang mengeringkan hati dan mengikis kebersyukuran karena selalu mendongak ke atas.

Rasanya sudah sangat lama saya tidak mendengar pembicaraan dengan pokok utama mengesampingkan perbedaan dan mengedepankan persamaan , atau pembicaraan bagaimana membuat diri lebih berwelas asih pada yang berkekurangan atau menjadikan dunia menjadi tempat yang lebih nyaman bagi kita dan masa depan. Rasa rasanya manusia di jaman ini ketika informasi berseliweran dengan mudahnya di telapak tangan kita dan ketika kicauan siapapun bisa dengan bebas dan mudah diakses dari manapun dengan kecepatan dahsyat, telah merubah kita. Kita menjadi manusia manusia sakit yang selalu ingin disanjung , ingin dipuji dan dan senang membicarakan hal hal kebendaan, pencapaian ini itu yg bersifat fisical berjam jam , beratus hari dalam hidup. I hate that socmed for this..

Kita menjadi manusia manusia yang berusaha mengasah otak dan pendapat kita dengan mengedepankan egoisme pribadi ataupun golongan. Kita berusaha mematahkan pendapat orang lain, saling memakan satu sama lain dan menjadi mudah terlontar kata hinaan dan ejekan dengan mengatasnamakan kebebasan berbicara dan berpendapat.

Dan beberapa hari yang lalu setelah acara singkat yang menyenangkan, saya semakin yakin bahwa diatas semua perbincangan, diatas semua rasa egoisme saya yang terbaik atau agama saya yang paling benar ada hal lain yang seharusnya kita tandai bersama. Bahwa tidak ada agama yang tidak mengajarkan pada kebaikan. Apabila ada orang orang yang mengatasnamakan agama bisa berbicara keras, lantang, menghina dan merasa benar sehingga menyakiti orang lain pun dianggap syah, maka itu bukan bagian dari agama.
Saya melihat ide dasar gerakan Karen Armstrong dengan 'charter of compassion' nya akan melepaskan dari sekat sekat egoisme, sekat sekat golongan dan agama, dan mempersatukan manusia dalam gerakan penuh kasih sayang dan memperlakukan orang lain seperti halnya kita ingin diperlakukan orang lain. Dan hal hal berupa benda, kebanggaan akan pencapaian duniawi sepertinya menjadi tidak penting lagi.

Dan saya merindukan sebuah pembicaraan tanpa membelalakan mata, tanpa saling menjatuhkan, tanpa nada kecongkakan untuk membuktikan lebih baik dari orang lain, tanpa merasa kebenaran adalah milik sendiri.Saya merindukan mata yang berkaca kaca ketika melihat para pemulung di pagi buta yang mencari sisa sampah manusia lain..saya merindukan hati yang berdebar ketika melihat mata anak anak kecil yang merindukan pengetahuan tanpa perlu membayar mahal..

Ah,ternyata saya pernah disana, berada dalam pembicaraan pembicaraan santai di sebuah kedai kopi, di dalam perjalanan panjang menuju tempat tempat yang jarang terjamah, dalam sarapan pagi di depan hawu (perapian untuk memasak di desa). Tidak ada perdebatan yang tanpa diakhiri dengan senyum, tidak ada omong kosong mencari pembuktian kesalahan orang lain, yang ada adalah perbincangan mengenai bagaimana cara kita melakukan sesuatu yang lebih baik untuk orang lain. Dan tidak ada sekat bernama agama, suku bangsa,harta kekayaan dan kelompok ini itu atau rasa curiga pada orang lain. Jadi dimana saya harus mencari kembali perasaan 'patah hati' ketika melihat penderitaan orang lain dibandingkan perasaan senang,bangga dan merasa cukup berbuat ketika baru melakukan hal baik bak setetes air di lautan samudra di semesta..

#menjauh sejenak dari hiruk pikuk pembicaraan entah berantah mengenai kebanggaan semu bernama benda ini itu dan jiwa narsistik..mencari obat bagi diri sendiri

Wednesday, June 5, 2013

Tabir


Tahukah engkau bahwa kadang Tuhan menyibak mata kita, memperlihatkan hal hal buruk disaat kita hanya ingin melihat kebaikan saja di depan mata. Dan itu yang membuat semua tabir terasa terbuka.
Dan disanalah jebakannya, ketika kita bertekad hanya membawa cinta dan kasih sayang dalam hidup dan disaat itu pula keburukan ditampakkan. Sehingga kaki terasa gamang untuk memilih. Memilih memaki keburukan ataukah mencari aspek kasih sayang dan kebaikan di dalamnya...

Tapi yakinlah, saat itu akan terlampaui..mungkin kita hanya perlu mengambil jarak
Melihat dari puncak pegunungan hiruk pikuk di bawah sana
Merasakan sejenak angin dan sepi menerpa wajah
Menyiapkan hati seluas samudera sehingga ketika kita turun gunung hati kita hanya melihat sisi baik, kasih dan sayang dari semuanya.
Dan Dia sudah pasti akan kembali menutup tabir...