Sunday, December 30, 2012

Jogjakarta and me

Saya selalu mencintai kota kota kecil di jawa tengah. Pasarnya, kehidupan di jalannya, semua berdenyut dengan indah dan eksotis. Liburan kali ini kita kembali menyambangi kota jogjakarta untuk yang kesekian kalinya. Terakhir beberapa bulan yang lalu ketika kita mampir disana sebelum melanjutkan perjalanan ke jepara - karimun jawa. 
Tapi kali ini kita ingin mencoba hal hal baru di jogja, mencoba sungai di sana, mencoba olahraga tubing di gua pindul *yang katanya indah. Dan kali ini cuaca mendukung untuk turun kembali ek sungai, dan kali ini karena grade sungai Elo sepanjang 12 km itu berada di grade rendah , maka kita mencoba mengajak ara turun ke sungai untuk pertama kalinya  bersama saya yang masih berurusan dengan tulang belakang. Kali ini pula shafa mencoba bermain kayak inflatable bersama ica. It was fun..begitu pula menyusuri gua pindul memakai ban dalam cukup menyenangkan meskipun tidak sempat 'merangsang adrenalin' karena bukan 'the real tubing sport' tapi bagi anak anak itu merupakan kegiAtan mengasyikan.

Jogja memang kota yang menyenangkan untuk melakukan beberapa kegiatan adventure, 'kita belum sempat mencoba bersepeda ke gunung merapi atau mencoba sungai progo. Tapi ada hal hal yang sepertinya mulai berubah dai jogja. 
Macet mulai mendera di banyak ruas jalan karena semakin banyaknya wisatawan yang berkunjung ke jogja. Ada hal yang sangat terlihat, para tukang becak, tukang parkir, dan pedagang mulai berubah,tergusur kebutuhan hidup yang mencekik.
Kalau dulu, pengendara becak di jogja terkenal dengan keramahan, mau mengantar kemanapun dengan tarif murah. Sekarang jangan coba coba deh naik becak tanpa bertanya tarif dahulu. Dan kadang ada juga tukang becak yang menolak mengantar konsumen ke daerah yg bukan daerah perbelanjaan oleh oleh. Selidik punya selidik, mereka mendapat tips dari pengusaha penjual oleh oleh khas jogja, sehingga bisa menarik keuntungan lebih dengan mengantar ke tempat tempat tersebut.

Belum lagi masalah perparkiran di sekitar daerah wisata macam jln malioboro, jangan harap bisa mendapat parkir dengan tarif normal. Banyak tukang parkir menawarkan sewa parkir dengan harga berkali lipat untuk parkir kendaraan di ruas jalan tertentu. Dan kita merasakan berkali kali 'diusir' parkir di beberapa ruas jalan sekitar malioboro. 

Jogja mulai berubah, dia menggeliat menjadi kota 'bisnis wisata' dan ini menurut saya adalah sebuah keniscayaan yang pasti akan terjadi. Meskipun demikian, banyak sisi lain dari jogja yang masih eksotis buat orang yang sedang belajar memotret seperti saya. Masih terlihat kaum tua di sudut sudut pasar berjuang dengan hidup, masih banyak keramahan pegawai hotel yang tahu betul kalau teh saya tidak perlu memakai gula dan masih terlihat senyum dan sapa di seluruh pelosok kota. And i still love this city..

Semoga jogja tidak berubah terlalu cepat, karena saya masih ingin beberapa tahun ke depan menikmati minum kopi di angkringan, makan pagi di pinggir jalan dan mencoba eyem penggeng khas 'mangan ora mangan kumpul'nya umar kayam di warung bu ageng nya butet kertarejasa yang seharga makanan cafe hihi...but thats the price of memories.
Harga dari romantisme sebuah buku indah yang pernah saya dapatkan...

And its remind me a lot...

No comments:

Post a Comment