Saturday, January 12, 2013

Dan ini masih tentang pendidikan

Kemarin bicara tentang guru..
Sekarang tentang kurikulum 2013

Sebetulnya kalau melihat draft kurikulum 2013 ternyata masih kelanjutan KTSP yang sdh 6 tahun belakangan digunakan di Indonesia. Target pencapaian kurikulum masih berkutat sama dgn KTSP yaitu kompetensi pengetahuan, sikap dan prilaku. Tapi mari kita lihat celah celah yang bisa jadi menjadi kelemahan (paling enak memang mengkritisi hasil kerja pemerintah haha...padahal kl saja kita diberi beban itu gempor juga tuh).

KTSP diatas konsep dan kertas merupakan kurikulum yang 'lebih bebas, mengakomodir kreatifitas guru seluas luasnya' dibandingkan kurikulum sebelumnya semenjak tahun 1947. Pemerintah hanya mencanangkan kompetensi yang harus dicapai anak baik secara kognitif, afektif dan psikomotor. Selebihnya diserahkan pada setiap lembaga pendidikan bahkan dgn adanya desentralisasi pemerintahan pun akhirnya setiap daerah dapa berbeda2 dlm mencapai kompetensi ini. Mungkin para penggagas KTSP berfikir Indonesia dgn kebhinekaannya membutuhkan kebebasan penyelenggaraan pendidikan termasuk didalamnya eksplorasi pembelajaran bermuatan budaya lokal. Namun setelah 6 tahun penyelenggaraan KTSP bisa dilihat banyak sekali hal hal yang perlu di evaluasi. Contohnya saja, kreatifitas guru dlm mengolah pembelajaran supaya mencapai kompetensi itu membutuhkan kerja keras karena model pembelajaran yang 'membebaskan' ini kan baru saja diterapkan di indonesia. Sebelumnya bentuk kurikulm cenderng bersifat top down, artinya semua sdh dirancangkan, bahkan buku ajar sdh disediakan. Dan ketika KTSP tidak ada buku ajar maka guru mungkin sedikit keteteran untuk menyajikan pembelajaran krn mereka harus mempersiapkan metode, media, bahkan sampa pada lembar kerja pun diolah oleh guru (harusnya) .

Namun apabila diamati ya tetap saja, karena sistem penilaian masih ujian nasional yang beraifat menguji kompetensi kognitif saja dan disamakan seluruh Indonesia maka mau tidak mau sistem pembelajaran akan sulit mengarah pada penilaian aspek lain selain kognitif. La wong standar masuk jenjang selanjutnya seperti SMP atau SMA masih standar nilai UAN a.k.a nilai kognitif saja maka guru, orangtua, sekolah akan memilih lebih banyak mementingkan aspek in saja di waktu sekolah yang singkat.

Belum masalah kinerja guru yang pada saat penerapan KTSP mengalami lonjakan dari aspek penggajian yang cukup tinggi dengan asumsi supaya guru konsentrasi dlm mengajar. Yang terjadi adalah banyak sekali guru yg disibukkan dengan mekanisme 'penambahan gaji' lewat sertifikasi. Sudah jadi rahasia umum beberapa tahun terakhir guru sibuk ikut seminar untuk sertifikasi(meskipun seminar asal dtg saja spy mendapatkan sertifikat) dan pada akhirnya bukan pengetahuan tambahan yang didapatkan tapi banyak juga yang mendapat tips dan trick mendapat sertifikat (banyak kasus sertifikat pelatihan dan seminar palsu)., duh... Parah...mau jadi apa negara ini kalau guru sang pendidik menggunakan kecerdasannya untuk berbohong, memanipulasi.
Tapi saya banyak juga kok menemukan guru guru yang tulus, haus akan ilmu dan betul betul membaktikan hidupnya untuk kemajuan pendidikan. Sayangnya kadang guru guru yang spt ini terlibas dengan urusan politik persekolahan seperti paksaan supaya semua murid lulus UAN dari sekolah dll

Kembali ke kurikulum 2013, saya melihat itu sbg upaya pemerintah untuk merevisi KTSP secara praktek d lapangan dengan segala kelemahannya. Saya melihat dengan penambahan jam belajar mungkin pemerintah bermaksud menambal kekurangan sebelumnya supaya pembelajaran tidak hanya bertitik berat pada pengembanan kognitif tapi mulai memberi perhatian lebih pada aspek lain seperti kemampuan berkomunikasi, beradaptasi , kepemimpinan dan keterampilan hidup lainnya. Mungkin maksud pemerintah dengan pembelajaran tematik untuk seluruh level di sd ini pun untuk mengakomodir hal tsb karena pembelajaran dengan sistem tematik sangat memungkinkan tereksplornya keterampilan keterampilan tsb.

Tapi kalau diamati ya tetap lah akan ada kendala besar, karena tematik jelas membutuhkan keterampilan kreatifitas dan kemauan kerja keras guru. Mereka harus merangkum pembelajaran sehari hari mengarah pada satu tema, mirip seperti seorang dirigen memimpin orkestra musik supaya berjalan smooth, enak didengar dan mendapat applause meriah dari penonton.anak harus diarahkan supaya merasakan pembelajaran d kelas seperti petualangan indah menjelajah pengetahuan dalam tema, sehingga dia tidak sadar telah menguasai berbagai materi pelajaran dari petualangan tersebut.
Saya yakin banyak guru d Indonesia yang cerdas dan kreatif sehingga bisa merancang kelas menjadi ajang petualangan seperti ini. Tapi apa mau dikata kalau ternyata sistem ujian untuk ke jenjang selanjutnya masih berkutat dengan penilaian kognitif spt UAN ? Tidakkah akan terjebak pada lubang yang sama?

Dan bagaimana dengan guru guru yang terkendala dengan kreatifitas yang belum terolah dan terlatih? Pemerintah mempunyai jawaban dengan akan adanya sistem pelatihan yang menyeluruh dan lebih terapan. Meanwhile, katanya sih pemerintah akan membuat buku buku ajar yg sifatnya tematik supaya guru tinggal pakai saja. Ini akan mengundang banyak kendala juga karena kreatifitas tidak akan berkembang kalau guru sudah merasa ada buku ajar yg tinggal mereka gunakan dalam kelas,mereka akan malas memikirkan cara pembelajaran lain. Dan apakah buku ajar ini akan berlaku secara universal sementara anak anak sekolah di Indonesia tersebar di puluhan lokasi, puluhan latar belakang budaya yang berbeda dan kondisi keseharian yang jauh berbeda satu sama lain?

Ini baru di satu sisi mengenai konten kurikulum, belum membahas imbas secara sosial ekonomi dan budaya dari perpanjangan jam pelajaran di sekolah sehingga anak anak seperti belajar sehari penuh tapi dengan kapasitas sekolah untuk mengembangkan seluruh potensi anak masih minim. Dan aspek aspek lain yang harus diamati di lapangan...

Yah memang di negara spt Indonesia yang mempunya banyak budaya dibutuhkan para 'dewa' untuk mendesain sebuah kurikulum yang tepat sasaran.
Dan saya merasa kita para pengamat at least banyak berdoa supaya urusan pendidikan tidak tercampuri dengan urusan KKN yang duuuh menyedihkan laaah karena 'ini pendidikan' karena disinilah kita mencetak anak anak kita menjadi manusia macam apa di masa depan...

Dan saya cuma bisa berdoa semoga anak anak saya jauuuuh lebih baik dari orangtuanya di masa kini. Amin...




No comments:

Post a Comment